Senin, 23 September 2013

REMAJA DIANTARA NARKOTIKA DAN HIV


REMAJA DIANTARA NARKOTIKA DAN HIV

ANAK muda atau remaja saat ini harus kita ajak berpikir lebih waras lagi. Sudah tidak terhitung lagi korban yang menimpa anak muda kita justru karena perilaku hedonis mereka. Dari overdosis karena narkotika sampai tewas setelah menenggak miras oplosan.

Tema Hari Antinarkotika Internasional pada 26 Juni 2010, ‘’Think Healthy without Drugs’’ (‘’Berpikir Sehat tanpa Narkotika’’) menjadi sangat relevan dengan kondisi para anak muda kita. Belum lagi permasalahan bangsa, seperti, korupsi yang makin terorganisasi, video porno, ataupun pengemplangan pajak, faktanya diam-diam narkotika luput dari perhatian kita ditelan isu-isu besar.


Coba simak kota sekecil Brebes pun, telah terjamah narkotika. Dilaporkan kasus terakhir dengan tertangkapnya pengedar ganja dengan barang bukti 1,2 kg di Klampok Brebes (SM, 05/06/10). Disinyalir Brebes juga merupakan kota transit narkotika. Hedonisme telah merasuki anak muda, penggunaan narkotika, alkohol, rokok, bahkan hubungan seks secara bebas lumrah terjadi.

Laporan Unicef, United Nations Programme on HIV/AIDS, dan World Health Organization (2002) menyebutkan bahwa masa remaja kerapkali digunakan untuk bereksperimen dengan narkotika dan alkohol. Di Tanzania, anak muda yang berusia antara16 dan 24 tahun yang merokok dan minum alkohol mempunyai pasangan seks empat kali lebih banyak dari kawan-kawan seusianya.

Di Amerika Serikat, mahasiswa yang melakukan seks di bawah pengaruh narkotika atau alkohol memiliki kecenderungan 2,5 kali untuk tidak menggunakan pelindung. Di Buenos Aires, Argentina, seperlima dari pecandu narkotika dengan jarum suntik mengatakan bahwa mereka mulai memakai narkotika pada saat berusia 16 tahun ataupun lebih muda, dan dua per tiganya telah mulai ketika berusia 18 tahun.

Beberapa studi telah berulang kali menjelaskan faktor-faktor yang dapat membantu para remaja untuk mengurangi perilaku mereka yang berisiko tinggi, seperti berhubungan seks tanpa menggunakan pelindung dan menggunakan narkotika.

Penggunaan narkotika dengan jarum suntik (injecting drug use/ IDU) adalah salah satu dari banyak ketergantungan yang seringkali berawal pada masa remaja.

Tindak Kejahatan

Para anak muda yang berbagi jarum dan suntikan untuk menginjeksi narkotika berada pada risiko yang sangat rentan untuk terkena HIV. Di Indonesia data sejenis itu agak sulit didapatkan, tetapi Depkes (2006) melaporkan bahwa, estimasi pada tahun 2001/2002 pengguna narkotika dengan jarum suntik berkisar antara 30.000 dan 1.000.000 orang dengan prevalensi yang tertular HIV berkisar antara 0,01 dan 0,46 %.

Pada akhirnya, ketergantungan pada narkotika meningkatkan kemungkinan anak muda dengan kemampuan ekonomi yang terbatas, untuk berpaling kepada tindak kejahatan kriminal ataupun prostitusi untuk membiayai kebutuhan mereka akan narkotika.

Lebih fatal lagi, ketika mengombinasikan penggunaan narkotika dengan jarum suntik juga melakukan prostitusi, akan makin meningkatkan peluang bagi penyebaran HIV dari mereka yang menyuntikkan narkotika dan pasangan seks mereka ke populasi yang lebih luas.

Beban penanggulangan narkotika menjadi bertambah ketika epidemi HIV juga terjadi. Badan Narkotika Kabupaten/Kota (BNK) sudah sepantasnya menggandeng Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) yang juga ada di kabupeten/kota.

KPAD dengan memanfaatkan klinik voluntary counseling and testing (VCT) yang harus ada di setiap rumah sakit umum daerah, akan memberikan kesempatan secara sukarela kepada para anak muda pengguna narkotika dengan jarum suntik untuk tes HIV dan konseling.

Di setiap kabupaten/kota sudah selayaknya diintegrasikan program penanggulangan narkotika di pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) tertentu yang sudah dipersiapkan dengan matang, untuk program penanggulangan narkotika, seperti pengurangan dampak buruk atau penyuntikan yang aman maupun memberikan kemungkinan substitusi terhadap jenis narkotika yang telah direkomendasikan ke arah penyembuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar